Sabtu, 16 Juni 2012

Pasal 1. ALLAH BESERTA KITA


MAKA Ia itu akan dinamai Imanuel, . . Allah beserta kita."
"Terang pengetahuan kemuliaan Allah" nampak "pada wajah Yesus Kristus." Sejak masa kekekalan Tuhan Yesus Kristus satu dengan Bapa Ialah "peta Allah," peta kebesaran dan keagungan‑Nya, "cahaya kemuliaan‑Nya." Untuk menyatakan kemuliaan inilah Ia datang ke dunia kita ini. Ke bumi yang sudah digelapkan oleh dosa ini Ia datang untuk menyatakan terang kasih Allah, menjadi "Allah beserta kita." Karena itulah maka telah dinubuatkan tentang Dia, "Maka Ia itu akan dinamai Imanuel."

Oleh datang tinggal bersama kita, Yesus harus menyatakan Allah baik kepada umat manusia maupun kepada segala malaikat. Ialah Kalam Allah,‑ buah pikiran Allah yang dijadikan dapat didengar. Dalam doa‑Nya untuk murid‑murid‑Nya la berkata, "Aku sudah memberi tahu Nama‑Mu kepada mereka itu,"‑"pengasih dan penyayang, yang panjang sabar lagi besar kemurahan‑Nya dan kebenaran‑Nya,"supaya kasih yang seperti engkau kasih akan Daku itu tetap di dalam mereka itu dan Aku pun tetap di dalam mereka itu juga." Tetapi bukannya untuk anak‑anak‑Nya yang di dunia ini saja pernyataan ini dikeluarkan. Dunia kita yang kecil ini adalah buku pelajaran semesta alam. Maksud anugerah Allah yang ajaib, rahasia kasih penebusan, ialah pokok pikiran yang "malaikat ingin hendak mengetahui." Dan yang akan menjadi mata pelajaran mereka sepanjang masa kekekalan. Baik umat tebusan maupun makhluk‑makhluk yang tidak jatuh ke dalam dosa akan mendapat ilmu pengetahuan serta nyanyian mereka itu di salib Kristus. Akan tampaklah kelak bahwa kemuliaan yang bersinar pada wajah Yesus itu ialah kemuliaan kasih yang lahir dari pengorbanan diri. Dalam terang yang dari Golgota akan tampaklah kelak, bahwa hukum kasih yang lahir dari penyangkalan diri ialah hukum hidup untuk bumi dan surga: bahwa kasih yang "tidak mencari keuntungan dirinya saja" bersumber dalam hati Allah; dan bahwa dalam diri Orang yang maha lemah‑lembut dan rendah hati itu ternyata tabiat Dia yang bersemayam dalam terang, yang tidak dapat dihampiri oleh seorang jua pun.

Pada mula pertama, Allah dinyatakan dalam segala ciptaan‑Nya, Kristuslah yang membentangkan langit, dan yang meletakkan alasan bumi ini. Tangan‑Nyalah yang menggantungkan segala dunia di angkasa, dan yang membentuk segala bunga di padang. Kodrat‑Nya "menetapkan segala gunung." "la yang empunya laut, karena telah dijadikan‑Nya." Mzm. 65:7; 95:5. Ialah yang mengisi bumi ini dengan keindahan, dan udara dengan nyanyian. Dan pada segala benda yang ada di bumi, di udara, dan di langit, Ia menuliskan kabar kasih Bapa.


Kini dosa sudah menodai benda‑benda ciptaan Allah yang sempurna itu, namun tulisan tangan itu masih senantiasa ada. Sekarang ini pun semua benda ciptaan itu masih menunjukkan kemuliaan kebesaran‑Nya. Suatu pun tiada, kecuali hati manusia yang mementingkan diri, yang hidup untuk kepentingannya sendiri belaka. Tidak seekor burung yang terbang di udara, tidak seekor binatang yang bergerak di atas tanah, yang tidak mendatangkan kebahagiaan kepada sesuatu makhluk lain. Tiada sehelai daun yang di hutan, atau rumput yang biasa sekalipun, yang tidak mempunyai peran. Tiap pohon, belukar dan daun menghamburkan anasir hayat, yang tanpa itu baik manusia maupun binatang tidak dapat hidup; sebaliknya manusia serta binatang, melayani kebutuhan hidup pohon, belukar dan daun itu pula. Bunga bungaan menghamburkan bau semerbak harum serta memamerkan keindahannya guna berkat bagi dunia. Matahari memancarkan cahayanya untuk menggembirakan ribuan dunia. Lautan, yakni sumber segala mata air kita itu, menerima semua air sungai dari segenap negeri, tetapi menerima untuk kemudian memberi. Kabut yang naik dari permukaannya jatuh berupa hujan lebat untuk membasahi bumi, agar dapat mengeluarkan hasil.

Malaikat‑malaikat kemuliaan mendapat kegembiraannya dalam memberi, memberikan kasih dan penjagaan yang tidak mengenal jerih lelah kepada jiwa‑jiwa yang telah jatuh ke dalam dosa dan yang telah najis. Makhluk‑makhluk semawi membujuk hati manusia; mereka itu membawa terang dari istana surga ke dunia yang gelap‑gulita ini; dengan pelayanan yang lemah‑lembut dan kesabaran, mereka menggerakkan roh manusia, untuk membawa yang telah sesat ke dalam persekutuan dengan Kristus yang malah lebih rapat lagi daripada yang mereka sendiri dapat tahu.

Tetapi beralih dari semua gambaran yang lebih kecil itu, kita memandang Allah dalam diri Yesus. Oleh memandang kepada Yesus, kita melihat bahwa memberi itu adalah kemuliaan Allah kita. "Aku tidak berbuat apa‑apa dari diri‑Ku sendiri," kata Yesus; "Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa." "Aku ini tidak menuntut kemuliaan bagi diri‑Ku sendiri," melainkan kemuliaan bagi Dia yang menyuruh Aku. Yoh. 8:28; 6:57; 8:50, 7:18. Dalam perkataan ini dikemukakan asas utama yang menjadi hukum hidup bagi semesta alam. Segala sesuatu diterima Kristus dari Allah tetapi Ia menerima untuk kemudian memberi. Demikianlah di istana surga, dalam pelayanan‑Nya kepada semua makhluk; oleh Putra yang kekasih itu, hidup Bapa mengalir kepada sekaliannya; melalui Putra itu, hidup tersebut kembali pula dalam rupa puji‑pujian dan pelayanan gembira, gelombang kasih yang meluap‑luap, kepada Sumber besar dari semuanya. Dengan demikian melalui Kristus lengkaplah peredaran segala kebajikan yang membayangkan sifat Penganugerah besar itu, yang mana ialah hukum hidup.

Justru di surga hukum ini telah dilanggar. Dosa berasal dalam sifat mementingkan diri. Bintang Kejora, kerubium yang menaungi itu, ingin menjadi kepala di surga. Ia berusaha hendak menguasai seluruh makhluk yang di surga, menjauhkan mereka itu dari Khaliknya, dan mendapat penghormatan mereka itu kepada dirinya sendiri. Sebab itu ia telah melukiskan tentang Allah, dengan mengatakan bahwa Allah sungguh gemar meninggikan diri. Ia berusaha mengenakan ciri‑ciri tabiatnya sendiri yang jahat itu kepada Khalik yang penuh kasih sayang. Demikianlah ia memperdaya malaikat‑malaikat. Demikianlah pula ia memperdaya manusia. Disesatkannya mereka supaya meragukan sabda Allah dan jangan percaya akan kebaikan‑Nya. Sebab Allah mahaadil dan mahabesar, Setan mengusahakan agar mereka memandang kepada‑Nya sebagai Allah yang bengis dan tidak mengenal ampun. Demikianlah diajaknya manusia menggabungkan diri dengan dia dalam pemberontakan melawan Allah, kemudian malam malapetaka pun meliputi dunia ini.


Bumi gelap oleh salah pengertian akan Allah. Supaya bayang‑bayang yang gelap itu dapat diterangi, supaya dunia dapat dibawa kembali ke pangkuan Allah, kuasa penipuan Setan harus dihancurkan. Ini tidak dapat dilakukan dengan kekerasan. Penggunaan kekerasan bertentangan dengan asas‑asas pemerintahan Allah; Ia menghendaki hanya pelayanan kasih; dan kasih tidak dapat dipaksakan; kasih tidak dapat diperoleh dengan kekerasan atau kekuasaan. Hanyalah kasih yang dapat menggugah kasih itu. Mengenal Allah berarti mengasihi‑Nya; tabiat‑Nya wajiblah dinyatakan supaya besar bedanya dengan tabiat Setan. Pekerjaan ini dapat dilakukan hanya oleh satu Oknum di semesta alam ini. Hanya Dia yang mengetahui tinggi serta dalamnya kasih Allah itu yang dapat menunjukkannya. Dalam malam gelap‑gulita dunia, Matahari Kebenaran wajib terbit "dengan kesembuhan di bawah kepak‑Nya."

Rencana penebusan kita bukanlah suatu buah pikiran yang lahir belakangan, suatu rencana yang dirumuskan sesudah Adam berdosa. Rencana tersebut adalah kenyataan "sesuai dengan kenyataan rahasia, yang didiamkannya berabad‑abad lamanya." Rm. 16:25. Itulah uraian asas‑asas yang telah merupakan dasar singgasana Allah sejak zaman abadi. Sejak mula pertama, Allah dan Kristus sudah mengetahui kemurtadan Setan, dan kejatuhan manusia oleh kuasa tipu‑daya pendurhaka itu. Allah tidak merencanakan supaya dosa ada, tetapi melihatnya lebih dulu jauh sebelum dosa itu lahir, lalu mengadakan persiapan guna menghadapi peristiwa yang mengerikan itu. Sungguh besar kasih‑Nya bagi dunia ini sehingga dijanjikan‑Nya memberikan Anak‑Nya yang tunggal, "supaya setiap orang yang percaya kepada‑Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Yoh. 3:16.

Bintang Timur telah berkata, "Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang‑bintang Allah; . . . hendak menyamai Yang Mahatinggi!" Yes. 14:13, 14. Tetapi Kristus "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri‑Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia." Flp. 2:6, 7.

Inilah suatu pengorbanan suka‑rela. Yesus sebenarnya boleh tetap tinggal di sisi Bapa. Ia sebenarnya boleh tetap memiliki kemuliaan surga, dan mendapat penghormatan segala malaikat. Tetapi la memilih menyerahkan kembali tongkat kerajaan itu ke tangan Bapa, dan turun dari takhta kerajaan alam semesta, supaya Ia dapat membawa terang kepada mereka yang di dalam kegelapan, serta hidup kepada mereka yang nyaris binasa.

Hampir dua ribu tahun yang lampau, terdengarlah suatu suara mengandung arti rahasia di surga dari takhta Allah, "Bahwasanya Aku ini datang." "Korban sembelihan dan persembahan tidak Engkau kehendaki, melainkan telah Kau sediakan tubuh itu bagi‑Ku.... Bahwasanya Aku ini datang (dalam gulungan Alkitab tersuratlah akan hal‑Ku,) akan membuat kehendak‑Mu, ya Allah." Dalam kata‑kata ini diumumkan pelaksanaan maksud yang telah dirahasiakan sejak zaman yang kekal. Kristus sudah hampir akan mengunjungi dunia kita ini, dan menjelma menjadi manusia. Firman‑Nya, "Telah Kau sediakan tubuh itu bagi‑Ku." Sekiranya Ia datang dengan kemuliaan yang ada pada‑Nya bersama dengan Bapa sebelum dunia ada, maka kita tidak akan tahan melihat cahaya hadirat‑Nya. Supaya kita dapat melihat‑Nya dan tidak menjadi binasa, kehebatan kemuliaan‑Nya diselubungi. Keilahian‑Nya diselubungi dengan kemanusiaan, kemuliaan yang tidak kelihatan dalam tubuh manusia yang kelihatan.


Maksud besar ini telah dibayangkan selanjutnya dalam bayangan dan lambang. Belukar yang bernyala‑nyala, yang dalamnya Kristus menampakkan diri kepada Musa, menyatakan Allah. Lambang yang digunakan untuk membayangkan kepribadian Ilahi itu adalah sebuah belukar yang sederhana, yang nampaknya tiada mengandung penarikan. Belukar itu menjadi lambang Ilahi. Allah Yang Mahamurah itu menyelubungi kemuliaan‑Nya dalam sebuah lambang yang paling sederhana, supaya Musa dapat melihatnya dan tetap hidup. Demikianlah dalam tiang awan pada siang hari dan dalam tiang api pada malam hari, Allah mengadakan hubungan dengan Israel, menyatakan kehendak‑Nya kepada manusia, serta mengaruniakan rahmat‑Nya kepada mereka. Kemuliaan Allah dikurangi, serta kebesaran‑Nya diselubungi supaya mata manusia yang lemah itu dapat melihatnya. Demikianlah Kristus harus datang dalam tubuh seperti "tubuh kita yang hina ini," "dalam rupa manusia." Di mata dunia Ia tidak mempunyai kecantikan sehingga mereka harus menyukai Dia; namun Ialah Allah yang telah menjelma, terang surga dan bumi. Kemuliaan‑Nya diselubungi, kebesaran serta kekuasaan‑Nya disembunyikan, supaya la dapat merapatkan diri kepada manusia yang berduka‑cita dan tergoda.

Allah memberikan perintah kepada Musa bagi Israel, "Dan mereka harus membuat tempat kudus bagi‑Ku, supaya Aku akan diam di tengah‑tengah mereka," (Kel. 25:8), dan la bersemayam dalam bait suci itu, di antara umat‑Nya. Selama pengembaraan mereka yang memenatkan di padang belantara itu, lambang hadirat‑Nya menyertai mereka. Demikianlah Kristus mendirikan bait suci‑Nya di antara tempat kediaman manusia. Didirikan‑Nya kemah‑Nya di samping kemah‑kemah manusia, supaya Ia dapat diam di antara kita, dan membuat kita tahu benar tabiat serta hidup‑Nya yang Ilahi. "Maka Kalam itu telah menjadi daging dan duduk di antara kami (maka telah kami melihat kemuliaan‑Nya, suatu kemuliaan seperti Anak Tunggal Bapa) penuhlah la dengan karunia dan kebenaran."

Karena Yesus datang untuk tinggal dengan kita di dunia ini, kita tahu bahwa Tuhan telah maklum akan segala kesukaran kita, dan turut merasa segenap kesusahan kita. Setiap anak Adam baik pria maupun wanita dapat mengerti bahwa Khalik kita itu adalah sahabat orang‑orang berdosa. Karena dalam setiap doktrin anugerah, setiap janji kegirangan, setiap perbuatan kasih, setiap penarikan Ilahi yang ditunjukkan dalam hidup Juruselamat tatkala di bumi ini, nampak oleh kita "Allah beserta kita."

Setan menunjukkan hukum kasih Allah sebagai hukum yang berdasarkan sifat mementingkan diri. Ia menyatakan bahwa sungguh mustahil bagi kita menurut segala ajarannya. Kejatuhan nenek moyang kita yang pertama, bersama segala malapetaka yang telah timbul, dituduhkannya ke atas Khalik, menyebabkan manusia memandang Allah sebagai sumber dosa, penderitaan, dan maut. Yesus harus menyingkap tabir penipuan ini. Selaku seorang dari antara kita Ia harus memberikan sebuah contoh penurutan. Untuk maksud ini la mengenakan sifat‑sifat kita, dan merasai segala pengalaman kita. "Haruslah Ia menjadi sama dengan segala saudara dalam segala perkara." Kalau kita harus menanggung sesuatu yang tidak ditanggung oleh Yesus, maka dalam hal ini Setan akan mengatakan bahwa kuasa Allah tidak cukup bagi kita. Karena itu Yesus telah "digoda dalam segala perkara, sama seperti kita juga." Ditanggung‑Nya segala ujian yang kita juga derita. Tidak pernah la menggunakan sesuatu kuasa apa pun untuk kepentingan diri‑Nya sendiri, yang tak dikaruniakan kepada kita dengan leluasa. Selaku seorang manusia Ia menghadapi penggodaan, dan mengalahkannya dengan tenaga yang dikaruniakan Allah kepada‑Nya. Sabda‑Nya, "Aku gemar melakukan kehendak‑Mu, ya Allah‑Ku, dan hukum‑Mu adalah di dalam dada‑Ku." Sementara Ia berjalan keliling berbuat baik, dan menyembuhkan semua orang yang dianiaya Setan, Ia menjelaskan kepada umat manusia keadaan hukum Allah dan sifat pekerjaan‑Nya. Hidup‑Nya menyaksikan bahwa mungkinlah bagi kita juga untuk menurut hukum Allah.


Dengan kemanusiaan‑Nya, Kristus menjamah manusia; dengan Keilahian‑Nya Ia berpegang pada takhta Allah. Selaku Anak manusia, Ia memberi kepada kita satu teladan penurutan; selaku Putra Allah, la memberikan kepada kita kuasa untuk menurut. Kristuslah yang dari belukar di Bukit Horeb dulu berfirman kepada Musa begini, "AKU ADA, YANG AKU ADA. Demikian hendaklah kaukatakan kepada bani Israel: Bahwa AKU ADA menyuruh aku kepada kamu." Inilah ikrar aksi pembebasan bani Israel. Maka ketika Ia datang dalam keadaan yang "sama dengan manusia, la menyatakan diri‑Nya sebagai AKU ADA Anak Betlehem, Juruselamat yang lemah‑lembut dan rendah hati itu, ialah Allah yang "dinyatakan dalam daging." Dan kepada kita Ia bersabda, "'AKULAH Gembala yang Baik.' 'AKU inilah Roti Hidup.' 'AKU inilah Jalan, dan Kebenaran, dan Hidup.' 'Segala kuasa telah dikaruniakan kepada‑Ku, baik di langit, baik di atas bumi', 'AKULAH jaminan segala janji.' 'AKU ADA; jangan takut.'" "Allah adalah dengan kita" ialah jaminan kelepasan kita dan dosa, jaminan tenaga kita untuk menurut hukum surga.

Dalam merendahkan diri untuk mengenakan tubuh kemanusiaan pada diri‑Nya, Kristus menyatakan suatu tabiat yang berlawanan dengan tabiat Setan. Tetapi Ia turun lebih rendah lagi di jalan kehinaan. "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri‑Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Flp. 2:8. Sebagaimana imam besar menanggalkan jubah‑jubah keimamatannya yang serba indah, dan bekerja dengan memakai jubah putih imam yang biasa, demikian juga Kristus mengambil rupa seorang pelayan, dan mempersembahkan korban, Dia sendiri imamnya, Dia sendiri pula korbannya. "Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur‑bilurnya kita menjadi sembuh." Yes. 53:5.

Kristus diperlakukan sebagaimana kita layak diperlakukan, supaya kita dapat diperlakukan sebagaimana la layak diperlakukan. Ia dihinakan karena segala dosa kita, yang dalamnya Ia tidak terlibat, supaya kita dapat dibenarkan oleh kebenaran‑Nya yang dalamnya kita tidak mempunyai hak apa‑apa. Ia menderita kematian yang kita punya, supaya kita mendapat hidup yang Dia punya. "Oleh segala bilur‑Nya kita pun disembuhkan."


Oleh kehidupan dan kematian‑Nya, Kristus telah memperoleh jauh melebihi pemulihan dari kebinasaan yang terjadi oleh dosa. Adalah maksud Setan untuk mengadakan perpisahan yang kekal antara Allah dan umat manusia; tetapi dalam Kristus, kita dihubungkan lebih rapat lagi dengan Allah daripada sekiranya kita tidak pernah berdosa. Dalam mengambil sifat‑sifat kita, Juruselamat telah mengikatkan diri‑Nya kepada manusia dengan ikatan kasih yang tidak pernah akan putus. Sepanjang zaman yang kekal Ia dihubungkan dengan kita. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak‑Nya yang tunggal." Yoh. 3:16. Ia mengaruniakan Dia bukan saja untuk memikul dosa‑dosa kita belaka, dan mati sebagai korban kita; la menyerahkan Dia kepada umat yang telah berdosa. Untuk memberi kita kepastian tentang bicara perdamaian‑Nya yang tidak terubah itu, Allah mengaruniakan Anak‑Nya yang tunggal itu untuk menjadi anggota keluarga umat manusia, untuk selama‑lamanya memiliki sifat kemanusiaan‑Nya. Inilah ikrar yang menunjukkan bahwa Allah pasti akan menepati janji‑Nya. "Seorang kanak‑kanak sudah jadi bagi kita, seorang anak laki‑laki sudah dikaruniakan kepada kita; bahwa pemerintahan ada di atas bahu‑Nya." Allah telah memakai sifat kemanusiaan dalam diri Anak‑Nya, dan telah membawanya ke langit yang tertinggi. "Anak manusia" itulah yang juga turut bersemayam di takhta alam semesta. "Anak manusia" itulah yang nama‑Nya akan disebut, " namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." AKU ADA itulah Pengantara antara Allah dan manusia, yang meletakkan tangan‑Nya atas keduanya. Ia yang "saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang‑orang berdosa" itu, tidak merasa malu untuk menyebut kita saudara. lbr.7:26; 2:11. Dalam Kristus keluarga yang di bumi dan yang di surga dipersatukan. Kristus yang dipermuliakan itu adalah saudara kita. Surga dikandung‑puja dalam dada manusia, dan manusia dirangkul mesra dalam dada Kasih Yang Tidak Terduga

Mengenai umat‑Nya Allah berfirman, "Beberapa tiang batu yang berkarang akan didirikan seperti panji‑panji pada tanahnya. Hai betapa besar kemuliaan‑Nya! Hai betapa besar keelokannya!" Kemuliaan umat tebusan akan menjadi sebuah kesaksian yang kekal bagi belas kasihan Allah. "Pada segala zaman yang akan datang kelak," la akan menunjukkan "kekayaan karunia‑Nya yang amat limpah itu oleh kemurahan‑Nya atas kita dalam Yesus Kristus." "Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah‑pemerintah dan penguasa‑penguasa di surga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan‑Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Efesus 3:7; 3:10, 11.

Oleh pekerjaan tebusan Kristus, pemerintahan Allah dibenarkan. Yang Mahakuasa itu dinyatakan sebagai Allah kasih. Segala tuduhan Setan terbukti salah dan tabiatnya dinyatakan. Pemberontakan tidak akan dapat timbul lagi. Dosa bahkan tidak dapat memasuki lagi alam semesta. Sepanjang zaman yang kekal semua orang akan terhindar dari bencana kemurtadan. Oleh pengorbanan diri sendiri yang lahir dari kasih, penduduk bumi dan surga terikat kepada Khaliknya dalam ikatan‑ikatan persekutuan yang tidak dapat terurai lagi.

Pekerjaan tebusan akan sempurna. Di tempat dosa merajalela dulu rahmat Allah akan lebih berkelimpahan lagi. Bumi sendiri, justru ladang yang dikatakan Setan sebagai hak miliknya itu, bukan hanya akan ditebus tetapi juga dimuliakan. Dunia kita yang kecil ini, yang akibat laknat dosa merupakan satu‑satunya noda hitam dalam semesta alam ciptaan‑Nya yang mulia itu, akan dihormati melebihi segala dunia lain yang ada di semesta alam Allah. Di sinilah tempat Anak Allah telah tinggal di antara manusia tempat Raja Kemuliaan hidup, menderita dan mati, di sinilah apabila Ia memperbarui segala sesuatu kelak, bait Allah akan ada di antara manusia "dan Tuhan pun akan duduk dengan mereka itu, dan mereka itu akan menjadi umat‑Nya dan Allah sendiri akan serta dengan mereka itu dan menjadi Allah‑Nya." Maka sepanjang zaman yang kekal sementara orang‑orang tebusan berjalan dalam cahaya Tuhan kelak, mereka akan memuji‑muji Dia karena Karunia‑Nya yang tidak dapat diungkapkan dengan kata‑kata itu, Imanuel, "Allah beserta kita."

Sumber : Kerinduan Segala Zaman. Pasal 1. Ellen G. White.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar